Hukum  

Motif dan Urgensinya Dalam Sebuah Tindak Pidana

Penulis : Abdul Azis (Mantan Direktur LBH Makassar)

Bagi para praktisi hukum ( penyidik, jaksa dan advokat) penentuan motif akan sangat membantu dalam merumuskan sebuah tindak pidana terutama dalam kasus-kasus sulit dan kompleks seperti kasus pembunuhan tersebut di atas. Adalah tidak bisa dinafikan jika motif pula yang akan mengarahkan kita dalam membuat konstruksi sebuah kasus atau perkara yang ditangani baik dalam konteks penyidikan, penuntutan, serta pembelaaan. Jelasnya motif bisa dijadikan dasar atau pijakan dalam mengurai atau menjelaskan secara jelas, cermat dan lengkap sebuah uraian tindak pidana dalam dokumen hukum seperti BAP, Dakwaan serta Pleidoi (pembelaan).

BACA JUGA:  Ditresnarkoba Polda Sulbar Amankan Target Operasi Antik Marano di SPBU Sarjo

Kendatipun hukum acara pidana Indonesia menganut yuridis-normatif dimana motif tidak menjadi prasyarat dalam sebuah penyidikan dan harus dibuktikan. Akan tetapi secara prinsip pembuktian pidana menganut pembuktian materil. Apatalagi jika dihubungkan dengan perkembangan hukum acara pidana khususnya hukum Anglo-Saxon, maka pengungkapan motif masih tetap menjadi hal yang penting.

Dalam konteks pembelaan oleh seorang Terdakwa atau Penasihat Hukumnya, motif dapat dijadikan dasar dalam melalukan pembelaan minimal dijadikan sebagai alasan pembenar atau pemaaf. Dalalm kasus pembunuhan Brigadir J penasihat hukum FS telah menyimpulkannya bahwa motif yang mendasari tindakan FS adalah untuk membela martabat atau kehormatan keluarga.

BACA JUGA:  27 Pelanggaran Ditindak, Polda Sulbar Padukan Penindakan dan Edukasi Keselamatan Berkendara

Ciri khas pembuktian pidana adalah untuk mencari kebenaran materil yakni kebenaran yang sebenar-benarnya, kebenaran yang hakiki, dan kebenaran yang riil. Kebenaran ini diperoleh dari proses pembuktian melalui alat-alat bukti yang sah serta berdasarkan kepada keyakinan hakim.

Biarkan kebenaran dan keadilan mengalir ke muaranya melalui para pihak-pihak dalam pengadilan sesuai posisinya (standpoint) masing-masing. Oleh Jaksa dengan standpointnya dari subyektif ke obyektif, oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum dengan standpointnya dari subyektif ke subyektif serta oleh hakim dengan standpointnya dari obyektif ke obyektif. (*)

BACA JUGA:  Polresta Mamuju Gelar Latihan Pra Operasi Antik Marano 2025, Fokus Berantas Narkoba

Wallaahuallam