Di Tengah Penurunan IDI Pusat, Sulbar Catat Kenaikan Indeks Demokrasi Jadi 74,56
- account_circle Dhamar
- calendar_month Jum, 26 Sep 2025
- comment 0 komentar

EKSPOSSULBAR.CO.ID, Lombok — Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bertema “Memperkokoh Demokrasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang berlangsung di salah satu hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kamis (25/9/2025).
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat pusat dan daerah, termasuk Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar serta perwakilan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dari seluruh Indonesia.
Plt Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Sulawesi Barat, Sunusi, yang hadir bersama Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Sulbar, Nur Milu menegaskan komitmen Sulawesi Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Sulbar Suhardi Duka dan Wakilnya Salim S Mengga untuk mendukung agenda nasional dalam memperkuat demokrasi. Kehadiran tersebut menjadi bukti bahwa Sulbar berperan aktif menjaga konsolidasi demokrasi, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Sunusi juga menyampaikan harapan agar capaian positif demokrasi di Sulawesi Barat dapat terus dipertahankan. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tingkat Provinsi Sulawesi Barat tahun ini tercatat naik menjadi 74,56. Meski masih berada pada kategori sedang, capaian ini menunjukkan tren yang membaik, berbeda dengan 21 provinsi lain yang justru mengalami penurunan nilai IDI.
“Perkembangan ini tentu tidak lepas dari kerja kolaboratif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam membangun politik, sosial, dan ekonomi di Sulawesi Barat. Harapan kami, ke depan kualitas demokrasi di Sulbar dapat semakin menguat, inklusif, dan berdaya tahan sehingga mampu mendukung visi besar Indonesia Emas 2045,” ujar Sunusi.
Rakornas dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Indah Dhamayanti. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya sinergi antar pemangku kepentingan di semua tingkatan dalam menjaga kualitas demokrasi dan memperkuat kelembagaan pemerintahan. Hal ini dianggap sebagai kunci agar Indonesia mampu menjawab tantangan global menuju visi besar Indonesia Emas 2045.
Padakesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Mayjen TNI Heri Wiranto yang juga menjadi Keynote Speech, menyampaikan pesan penting Presiden Republik Indonesia mengenai arah demokrasi bangsa. “Demokrasi kita adalah demokrasi yang menghindari kekerasan, menghindari adu domba, dan menghindari hasut-menghasut. Demokrasi kita adalah demokrasi yang sejuk, demokrasi yang damai,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Perencana Ahli Madya Direktorat Ideologi, Kebangsaan, Politik, dan Demokrasi Kementerian PPN/Bappenas, Maharani menegaskan pentingnya penguatan struktur dan sistem politik untuk mewujudkan demokrasi substansial menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam penyampaiannya, Maharani menekankan lima agenda utama, yaitu penguatan masyarakat sipil, penjaminan kesetaraan akses politik dan ekonomi, tata kelola komunikasi publik yang terintegrasi, perbaikan sistem kepemiluan dan kepartaian, serta penguatan lembaga demokrasi.
“Demokrasi ke depan harus lebih substansial, bukan sekadar prosedural. Masyarakat sipil yang kuat, akses politik dan ekonomi yang adil, pemilu yang berintegritas, serta lembaga demokrasi yang modern akan menjadi kunci dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtia dalam paparannya menekankan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) merupakan indikator utama pembangunan yang termuat dalam RPJPN dan RPJMN, serta telah diselaraskan dengan RPJPD. Oleh karena itu, IDI menjadi indikator kinerja utama (IKU) Gubernur di seluruh Indonesia, sekaligus menjadi tolok ukur keberhasilan daerah dalam mewujudkan pembangunan politik yang demokratis.
Bahtiar menegaskan bahwa demokrasi Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan serius yang harus segera diantisipasi agar kualitas demokrasi tetap terjaga.
Dalam penyampaiannya, Bahtiar menguraikan sejumlah tantangan utama, antara lain keterbatasan kebebasan sipil dan media, polarisasi politik identitas, lemahnya integritas pemilu, serta fenomena democratic backsliding yang ditandai dengan menurunnya kualitas hak sipil, independensi lembaga, dan mekanisme checks and balances.
Selain itu, ia juga menyoroti dampak globalisasi dan digitalisasi yang membawa peluang besar namun sekaligus memunculkan risiko misinformasi, pengawasan digital, hingga tantangan keamanan baru.
- Penulis: Dhamar
