Oleh : Mursyid (Alumni Hipma Matra)
Hiruk-pikuk pilkada Kabupaten Pasangkayu 2020 semakin memanas, ditandai dengan aksi para pendukung baik secara kelompok maupun personal sudah mulai terlihat mengelu-elukan para jagoannya masing masing. hal tersebut terlihat melalui media sosial maupun di warung warung kopi (warkop). Meskipun para bakal calon kandidat masih sementara loby sana sini untuk mendapatkan rekomendasi partai sebagai syarat utama dalam pendaftaran di KPU nantinya. Namun para pendukung tak henti hentinya memposting kehadiran jagoannya di berbagai acara.
Semenjak terbentuknya kabupaten Mamuju Utara yang berubah nama menjadi Kabupaten Pasangkayu, tepat 23 September tahun 2020 ke depan sudah genap ke empat kalinya perhelatan pilkada diselenggarakan. Tentunya perhelatan tersebut merupakan salahsatu ruang kompetisi bagi para kandidat untuk menjadi top leader di daerah ini, agar bisa membangun dan medekatkan pelayanan masyarakat secara utuh, melalui berbagai program unggulannya sesuai visi misinya masing masing.
POLITIK SIMPUL MASSA
Pada setiap perhelatan, baik Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg) dan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Partai sebgai corong dan wadah pengusung masing masing kandidat tidak cukup untuk dijadikan motor penggerak pemenangan, hal tersebut terbukti di beberapa daerah. Seperti yang pernah terjadi di Makassar beberapa tahun lalu, ada sepasang kandidat hampir semua partai mengusungnya yang pada akhirnya head to head dengan kotak kosong (Koko), namun setelah hari H perhelatan dimenangkan oleh Kotak Kosong (koko). Fenomena kotak kosong (koko) telah menjadi perbincangan di seontaro republik ini, banyak para pakar menganalisis bahkan masyarakat biasa pun berspekulasi bahwa kurangnya kepercayaan terhadap partai atau pada figur. Namun ada juga yang berpendapat bahwa pemilih di Makassar mayoritas pemilih cerdas, beda dengan daerah lain.
Setiap moment pilkada, tak dinafikan semua simpul massa ikut ambil peran di dalamnya, entah simpul tersebut merapat ke kandidat ataukah kandidat yang merangkulnya. Seperti lazimnya tergantung bargaining antar simpul massa dengan kandidatnya. Simpul massa yang di maksud di sini tentunya beragam, ada ormas, organisasi profesi, simpul tokoh agama, simpul etnis (identitas), paguyuban-paguyuban alumni dan sebaginya. Lain halnya simpul birokrat, lagi-lagi tergantung posisi bargaining jabatan. Itulah kenyataan politik kita, tak bisa dipungkiri semua daerah mengalami hal yang sama. Simpul massa memiliki peran strategis dalam setiap pemenangan pilkada, menjadi energi dan daya tarik tersendiri bagi kandidat untuk meraih massa yang lain. Tentu ketokohan dan kredibiltas yang ada dalam simpul tersebut juga menjadi perhatian oleh setiap kalangan, apalagi jika pandai memainkan peran demi kepentingan simpulnya atau komunitasnya kedepan setelah kandidatnya yang menang.
POSISI ALUMNI HIPMA MATRA
Dari tahun ke tahun keberadaan alumni HIPMA MATRA telah tersebar di berbagai daerah Republik ini, tentunya lebih banyak bermukim di Pasangkayu saat ini dengan beragam profesi yang digelutinya, bahkan masih ada sambil mencari ruang-ruang informasi pekerjaan apatah lagi Sarjana baru. Hal inilah yang membuat penulis terinspirasi menulis, jika diidentifikasi mulai dari angkatan alumni pertama hingga saat ini tentu sudah sangat banyak jumlahnya, jika dipertemukan dalam suatu tempat pasti kelihatan ramai apalagi sudah terbilang puluhan yang sudah berkeluarga, tentu kesannya keluar pasti beragam tanggapan. Dengan kondisi tersebut, secara politik bukan berarti tak dilirik. Sejatinya dimomen 2020 bukan soal kepentingan pragmatisme semata, melainkan ini merupakan pintu masuk bagi yang memiliki skil di masing-masing bidang, begitupula bagi yang memiliki kepentingan jangka pendek, membangun relasi soal pekerjaan. Hal demikian tidak bisa dinafikan, tentunya semua butuh akses jangka pendek dan jangka panjang, di sinilah salahsatu pintu masuknya.
Pada hakikatnya dalam setiap perhelatan politik, idealnya setiap gerbong atau komunitas yang telah berafiliasi ke kandidat menawarkan konsep gagasan berbasis rakyat, dari rakyat untuk rakyat pula nantinya. Hal inilah akan menjadi salahsatu cerminan kandidat yang diusung kelihatan berkualitas. Misalnya gerbong alumni HIPMA MATRA menawarkan konsep kesehatan gratis untuk rakyat tanpa melalui akses BPJS, cukup melalui APBD saja, dengan berbagai hasil diskusi dan kajian anggaran, dengan demikian daerah tidak akan diberatkan dalam penganggarannya. Tapi mungkinkah…..!????
Wallahu ‘alam……….
Tulisan ini hadir, melihat dari kondisi Alumni yang sudah sangat banyak dan terinspirasi dari diskusi beberapa kawan-kawan alumni saat sambil seruput kopi.
Pasangkayu, 5 Februari 2020