PILKADA DALAM KUNGKUNGAN SENTRALISTIK PARTAI

Oleh: Mursyid (Pemerhati Demokrasi)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020 Tinggal menghitung bulan, masing-masing bakal calon kandidat semakin mengencangkan lobinya untuk meraih rekomendasi partai agar dapat dijadikan syarat pendaftaran di KPU nantinya. Selain sebagai syarat, tentunya sebagai Kekuatan dan motor penggerak pada perhelatan ke depannya. Karena partai memiliki penggerak terstruktur hingga ke tingkatan desa.

Dinamika perebutan rekomendasi partai Oleh masing-masing bakal calon sudah mulai terlihat, dengan adanya klaim mengklaim oleh oknum masing-masing kubu melalui medsos. Meski hingga saat ini belum ada yang final memiliki rekomendasi pasangan bakal calon.

KONSENTRASI DUA ARAH

Pada perhelatan yang semakin hari makin mendekat, masing-masing Bakal Calon Kepala daerah membutuhkan energi yang super extra. Hal demikian diakibatkan belum finalnya pasangan masing-masing, masih saling cari Kecocokan secara personal (Chemistry). Ditambah lagi dengan loby lintas partai untuk mendapatkan selembar kertas sakti yakni rekomendasi pengusungan. Hampir semua daerah yang akan berpilkada di Sulawesi Barat terjadi demikian, terkecuali petahana yang berpasangan kembali dengan wakilnya.

Gambaran tersebut di atas meruapakan hal yang unik dalam perhelatan pada Periode ini, berbeda dengan periode sebelumnya masing-masing pasangan bakal calon telah mendeklarasikan diri berpasangan, setelah itu baru tancap gas meloby partai. Entah bisa saja ini bagian dari trik politik masing-masing bakal calon sengaja masih mensamarkan pasangannya, begitupula sebaliknya sudah ada yang mencoba mempasang-pasangkan fotonya untuk melihat respon publik. Intinya semua masih dinamis.

DILEMA PARTAI TINGKAT DAERAH

Dalam sejarahnya, partai politik lahir tahun 1955 saat negara ini masih berusia 10 tahun atas kemerdekaannya, yang diikuti oleh 29 partai politik. Saat itu merupakan pemilihan umum yang pertama kali diadakan, sering dikatakan pemilu ini merupakan pemilu yang paling demokratis. Meski dalam pelaksanaannya keamanan negara saat itu masih kurang kondusif, dibeberapa daerah masih dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dibawa komando Kartoswiryo dan lain sebagainya. namun pelaksanaannya tetap berjalan lancar.

Pada dasarnya partai Politik lahir merupakan salahsatu pilar demokrasi, mengingat dari segi tujuan partai politik dibentuk sebagai sarana masyarakat atau warga negara untuk dapat terlibat langsung dalam proses konversi (pengolahan) kebijaksanaan politik dan dalam menentukan seleksi pejabat-pejabat politik melalui Pemilu.

Setelah reformasi partai politik memiliki peran strategis dalam menentukan calon kepala daerah, khususnya partai politik yang memiliki kursi di DPRD. Yang sebelumnya calon kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD yang bersangkutan, namun seiring waktu calon kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui usungan partai yang memiliki 20{578d3cea812c7902878fdabe62691299cd899fd574cffa0ca128e98df36828d0} dari total jumlah kursi di DPRD, atau koalisi Fraksi bagi partai yang tidak mencukupi satu Fraksi di DPRD. Berbeda di zaman orde lama dan orde baru, kepala daerah ditunjuk langsung oleh rezim tersebut. Namun yang membedakan dalam penunjukannya oleh kedua rezim tersebut, yakni orde lama Kebanyakan kalangan sipil sedangkan orde baru didominasi oleh kalangan militer.

Sejatinya partai politik ditingkatan daerah memiliki kompetensi dalam menentukan arah kebijakan partai kedepan, tentunya arah kebijakan partai yang dimaksud seiring sejalan dengan capaian membesarkan partai secara hirarki dalam skala nasional utamanya saat Pemilu. dengan demikian, setiap mendekati pemilihan umum partai ditingkatan daerah melakukan berbagai program kegiatan agar dapat meraih simpati masyarakat guna menggenjot elektabilitas partai serta melakukan perekrutan anggota baru. Begitu pula saat di momen pilkada, partai politik ditingkatan daerah memiliki pemetaan tersendiri dalam melihat bakal calon kepala daerahnya, hal demikian tak luput dari amatan potensi peluang kemenangan. Kemenangan tersebut bukan kemenangan kandidat, namun kemenangan oleh partai yang mengusungnya.

Kandidat yang diusung oleh partai ditingkatan daerah, tentu sudah melalui berbagai tahapan kajian diinternal dan dalam prosesnya melibatkan gagagasan partai itu sendiri. Dalam konteks lokal partai sudah sangat meyakini dan ideal kandidat yang akan diusungnya, apatah lagi jika dikemas kepentingan bersama antar kandidat dengan partai yang mengusungnya saat terpilih nantinya. Namun ironi bagi partai yang telah mengusung kandidatnya, dalam perjalanan, hasil kajian internal dan sebaginya diamputasi oleh partai itu sendiri yakni partai ditingkatan pusat. Dukungan tersebut berbalik arah, tidak sesuai usungan partai ditingkatan daerah. Inilah yang membuat partai ditingkatan daerah terkungkung atas sentralistik partai. Pada akhirnya partai ditingkatan daerah tidak sepenuh hati lagi dalam memprjuangkan kandidat yang tidak sesuai usungannya. Hampir semua partai di Republik ini terjadi hal yang sama, usungan partai tingkatan daerah lain, rekomendasi yang keluar juga lain dari pusat. Baiknya sistem kepartaian diberikan Kewenangan penuh pada partai ditingkatan daerah dalam menentukan figur kandidatnya kedepan. Agar capaian secara hirarki partai dapat terwujud.
Wallahu a’lam…

Pasangkayu 16 February 2020