EKSPOSSULBAR.CO.ID – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti buruknya manajemen pengamanan pertandingan sepak bola oleh federasi sepak bola Indonesia atau PSSI.
Sugeng Teguh Santoso menilai PSSI lalai terhadap keselamatan suporter dan pemain.
Hal itu tercermin dari beberapa aksi kekerasan yang terjadi dalam sepak bola Indonesia, yakni saat kerusuhan di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Stadion Kanjuruhan Malang dan terakhir aksi kekerasan kepada bus yang membawa pemain Timnas Thailand di areal Stadion GBK dalam lanjutan Piala AFF beberapa waktu lalu.
“Tindakan pelanggaran hukum oleh suporter yang kemudian membuat meneror tim sepak bola Thailand itu sangat memalukan Indonesia. Itu menjadi tanggung jawab daripada pengurus PSSI,” kata Sugeng kepada wartawan, Selasa (3/1/2023).
Menurut Sugeng, sikap anarkis suporter ini tak lepas dari buruknya pengelolaan PSSI dalam memberikan rasa aman dan nyaman dalam pertandingan.
Pasalnya, pengurus PSSI saat ini tidak mendengarkan rekomendasi dari FIFA untuk melakukan transformasi terhadap sepak bola Indonesia, termasuk pada penanganan massa suporter.
“Jadi sikap suporter yang cenderung anarkis, cermin PSSI yang buruk kepemimpinan. PSSI yang buruk yang tidak peduli kepada pembinaan klub dan suporter. Oleh karena itu, tindakan yang harus dilakukan setelah berturut-turut terjadi kejadian di stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) yang suporter mati kemudian Kanjuruhan, kemudian lagi suporter sepak bola meneror pemain Thailand,” ucapnya.
Oleh sebab itu, Sugeng menegaskan, mendesak agar PSSI secepatnya direvolusi total dengan menggantikan kepengurusan sekarang, karena sudah banyak kelalaian tang dilakukan, termasuk mengabaikan intruksi FIFA.
“Itu sudah waktunya kepemimpinan PSSI diganti, apalagi sudah ada arahan atau perintah dari FIFA waktunya kepemimpinannya diganti begitu,” tegasnya.
Sugeng pun mengakui, PSSI terlihat acuh dan tidak peduli terhadap rekomendasi FIFA. Bahkan PSSI juga terkesan acuh terhadap penanganan kasus tragedi Kanjuruhan Malang.
Hal itu terlihat dari sikap acuh PSSI setelah Dirut PT. LIB Akhmad Hadian Lukita dibebaskan dari tuntutan hukum.
“Acuh iya, juga karena tidak ada tindakan dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya, juga tidak ada tindakan misalnya direktur LIB malah dilepas masa penahanannya habis. Tidak ada keseriusan Menteri Olahraga sebagai pihak pemerintah mengesankan membiarkan PSSI,” ungkapnya.
Dalam konteks itu, Sugeng mendesak agar Kongres Luar Biasa (KLB) menjadi momentum transformasi yang dimaknai secara total, yakni perombakan organisasi dan kepengurusan di tubuh PSSI.
“Pergantian ketua umum PSSI, penggantian pengurus PSSI semua ya, kemudian menurut saya kongres PSSI ini harus dilakukan secara terbuka. Penyelenggaranya juga melibatkan pemerintah dan juga pihak-pihak seperti pemerhati bola diberi kesempatan untuk terlibatlah,” jelasnya. (lp/*)