Tegas! Ini Alasan OP Nakes di Pasangkayu Tolak RUU Omnibus Law

Sejumlah organisasi profesi (OP) tenaga kesehatan (Nakes) di Pasangkayu menolak rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law. Pernyataan penolakan dikemukakan dalam satu forum bersama antar organisasi Nakes, Kamis 11 Mei.

OP yang menolak yakni, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pasangkayu, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pasangkayu, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Pasangkayu, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pasangkayu, dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Pasangkayu.

Ketua IDI Pasangkayu, dr. Emerson Gultom, menyampaikan penolakan RUU Omnibus Law dilakukan sebab ada beberapa pasal yang dinilai akan melemahkan OP, diantaranya organisasi kesehatan bakal dibawah naungan Kementrian Kesehatan (Kemenkes), yang membuat organisasi akan kehilangan independensinya

Kemudian ada beberapa kewenangan organisasi terkait upaya perwujudan profesionalisme nakes, diambil alih oleh Kemenkes.

BACA JUGA:  Empat Pilar Kebangsaan, Membangun Generasi Emas Indonesia

” Perlu kita lakukan penolakan sejak dini, saat masih bersifat RUU, agar kita jangan kecolongan. Penolakan ini merupakan langkah antisipasi dini. Jangan sampai nanti disahkan menjadi undang-undang baru dilakukan penolakan, tentu akan membuat langkah kita akan semakin sulit” ujar Emerson.

Sementara, Ketua PDGI Pasangkayu dr. Jamila, menyampaikan, penolakan terhadap RUU Omnibus Law telah massif didiskusikan diinternal PDGI hingga ketingkat pengurus pusat. Tidak ada satupun pasal dalam RUU yang dinilai menguntungkan organisasi mereka.

” Pasal-pasal dalam RUU itu, sangat mendiskriminasi organisasi kesehatan. Disana disebutkan pengurusan SIP (surat izin praktek.red) tidak melalui organisasi lagi, tapi melalui Kemenkes. Tentu sangat melemahkan eksitensi organisasi. RUU Omnibus Law, lebih cenderung berpihak pada kepada pemodal ketimbang masyarakat” sebutnya.

BACA JUGA:  Empat Pilar Kebangsaan, Membangun Generasi Emas Indonesia

Senada, Ketua IBI Pasangkayu, Fitriani, mengaku sangat mendukung penolakan RUU Omnibus Law. Apa lagi sudah ada instruksi langsung dari pengurus pusat IBI agar setiap pengurus daerah melakukan penolakan.

” Alasannya, diantaranya STR ( surat tanda registrasi) sudah berlaku seumur hidup, sehingga berpotensi mengurangi mutu tenaga kesehatan. Padahal, STR seluruh tenaga kesehatan harus diregistrasikan di konsil masing-masing yang akan dievaluasi setiap lima tahun sekali” terang Fitriani.

Alasan lain diungkapkan Ketua PPNI Pasangkayu Mardin, kata dia RUU Omnibus Law, akan membuat semua OP berada dibawah naungan Kemenkes. Padahal, OP yang ada, telah bersusah payah memperjuangkan ekesistensi mereka, dengan mendorong lahirnya undang-undang tentang pengakuan masing-masing organisasi.

BACA JUGA:  Empat Pilar Kebangsaan, Membangun Generasi Emas Indonesia

” Misalnya PPNI, itu telah memiliki undang-undang sendiri, begitupun dengan organisasi nakes lainnya. Perjuangan untuk melahirkan undang-undang sebagai bentuk pengakuan negara terhadap organinasi profesi ini, tidaklah mudah, butuh perjuangan panjang. Sekarang, tiba-tiba mau disatukan dibawah naungan Kemenkes” keluhnya.

Kemudian sambung dia, RUU Omnibus Law, juga akan semakin mempermudah praktek para dokter asing di Indonesia. Tidak ada lagi sistem evaluasi seperti sebelumnya.(*)