Atasi Kemiskinan Ekstrem, Gubernur Sulbar Dorong Kolaborasi Pemprov dan Pemkab

Gubernur Sulbar, Suhardi Duka.

Mamuju (ekspossulbar.co.id) – Pengentasan kemiskinan ekstrem di Sulawesi Barat masih menjadi tantangan serius yang harus diselesaikan pemerintah daerah. Dari total 10 persen angka kemiskinan di Sulbar, sekitar 1,7 persen masuk kategori miskin ekstrem, di mana masyarakatnya kesulitan memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.

Hal ini menjadi perhatian utama Gubernur Sulbar, Suhardi Duka (SDK) menegaskan bahwa percepatan pengentasan kemiskinan adalah salah satu misi utama dalam pemerintahan Suhardi Duka Salim S. Mengga

“Mungkin kita semua di sini akan menjadi orang yang bertanggung jawab bila ini kita biarkan,” ujar Gubernur SDK dalam sambutannya saat membuka Forum Konsultasi Publik dalam rangka penyusunan Rancangan Awal RPJMD 2025-2029 dan RKPD 2026 di Aula Andi Depu, Kantor Gubernur Sulbar, Jumat , 7 Maret 2025

BACA JUGA:  Perlu Jadwalkan Latihan Baris-Berbaris, Wagub: Itu Bahagian Dari Disiplin dan Gerak Bersama

Gubernur SDK menekankan bahwa banyak upaya bisa dilakukan untuk mengintervensi kemiskinan ekstrem. Salah satu pendekatan yang diusulkan adalah berbagi tanggung jawab antara Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi.

Sebagai contoh, jika di Kabupaten Mamasa terdapat 5.000 warga dalam kategori miskin ekstrem, maka intervensi bisa dilakukan secara proporsional oleh pemerintah provinsi dan kabupaten.

BACA JUGA:  Wagub Sulbar Terima Aspirasi Masyarakat, Jalan Tani Jadi Sorotan

“Kita intervensi satu juta per tahun untuk satu warga. Tapi jangan semua saya yang tanggung, harus ada pembagian. Jika 5.000 warga di Mamasa masuk kategori miskin ekstrem, pemerintah kabupaten ambil 2.500, saya ambil 2.500,” tegas SDK.

Dengan pola bagi peran seperti ini, SDK meyakini bahwa kemiskinan ekstrem di Sulbar dapat ditekan secara signifikan.

BACA JUGA:  Prihatin Kondisi Ponpes, Wagub Sulbar Bakal Upayakan Dorong Kesejahteraan Tenaga Pengajar dan Pengelola Pesantren di Sulbar

Gubernur SDK menjelaskan bahwa kategori miskin ekstrem diukur dari tingkat konsumsi masyarakat.

“Mereka mungkin bisa makan pagi, tapi belum tentu bisa makan siang atau malam. Inilah yang harus kita atasi bersama,” ujarnya. (Rls)