EKSPOSSULBAR.CO.ID, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi polemik yang mencuat terkait rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto.
Ia menegaskan bahwa setiap usulan pemberian gelar kehormatan negara harus melalui mekanisme resmi yang telah ditetapkan.
Pernyataan itu disampaikan Puan dalam wawancara doorstop bersama Parlementaria dan awak media setelah memimpin Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
“Setiap usulan gelar itu akan dikaji oleh dewan kehormatan atau dewan khusus yang menilai siapa saja yang layak atau tidak layak menerima gelar tersebut,” ujar Puan.
Ia menambahkan bahwa proses penilaian itu penting untuk memastikan keputusan yang diambil bersifat objektif, didasarkan pada fakta sejarah, serta mempertimbangkan berbagai perspektif.
“Jadi, biarkan dewan-dewan itu yang mengkaji apakah usulan-usulan tersebut memang layak untuk diterima,” lanjut politisi PDI Perjuangan tersebut.
Sementara itu, wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto memicu penolakan dari sejumlah kalangan, termasuk para aktivis reformasi 1998.
Dalam sebuah diskusi bertajuk “Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?” yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (24/5/2025), mereka menyatakan penolakannya secara tegas.
“Ini bukan sekadar peringatan reformasi, tapi juga bentuk penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Kami sepakat menolak,” tegas Mustar Bonaventura, salah satu perwakilan aktivis 98. (*)